MalukuOne.com - Pada akhir 2023, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melaporkan bahwa pembiayaan berkelanjutan mencapai angka signifikan, yaitu Rp1.959 triliun. Angka ini menunjukkan peningkatan yang luar biasa dibandingkan tahun 2019 yang hanya sebesar Rp927 triliun. Namun demikian, kontribusinya terhadap total penyaluran kredit perbankan masih relatif kecil, yaitu sekitar 27 persen.
Merespons data tersebut, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Puteri Komarudin, menekankan pentingnya peran Bank Pembangunan Daerah (BPD) dalam mendorong pembiayaan berbasis hijau. Menurut Puteri, sektor perbankan masih terlalu banyak memberikan alokasi kredit kepada sektor dengan emisi karbon tinggi.
“Peran BPD dalam mendukung pembiayaan berkelanjutan perlu ditingkatkan secara signifikan. Saat ini, alokasi kredit ke sektor-sektor dengan intensitas karbon tinggi masih mencakup sekitar 40 persen dari total kredit industri perbankan. Ini harus menjadi perhatian serius,” kata Puteri dalam acara *Diseminasi Hasil Survei Persepsi Risiko Iklim dan Kebutuhan Pengembangan Kapasitas BPD di Indonesia* yang diselenggarakan oleh Center for Climate and Sustainable Finance Universitas Indonesia (CCSF UI), Rabu (11/12/2024).
Puteri menyoroti bahwa regulasi terkait keuangan berkelanjutan sudah mengalami penguatan melalui Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Sebelumnya, ketentuan serupa hanya tercantum dalam Peraturan OJK Nomor 51 Tahun 2017 tentang Penerapan Keuangan Berkelanjutan bagi Lembaga Jasa Keuangan, Emiten, dan Perusahaan Publik.
“UU PPSK mengamanatkan penerapan keuangan berkelanjutan di BPD melalui integrasi prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) dalam strategi bisnis dan investasi. Selain itu, pengembangan produk dan jasa keuangan yang mendukung kegiatan berkelanjutan serta pembiayaan transisi energi juga menjadi prioritas,” jelas Puteri.
Lebih lanjut, UU PPSK juga mewajibkan Pelaku Usaha Sektor Keuangan (PUSK), termasuk BPD, untuk membangun kapasitas dalam menerapkan prinsip-prinsip keuangan berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan temuan survei CCSF UI yang menunjukkan bahwa banyak bank masih menghadapi tantangan dalam memahami konsep transisi energi dan kemampuan untuk memverifikasi proyek hijau.
Puteri mengapresiasi hasil survei yang dilakukan CCSF UI. Ia menilai temuan ini menjadi referensi penting untuk mendukung penguatan kapasitas perbankan, khususnya BPD, dalam merespons risiko perubahan iklim.
“Hasil survei ini menjadi bahan refleksi yang sangat berharga. Kita harus menjadikannya sebagai masukan untuk melakukan perbaikan ke depan,” ungkap Puteri.
Acara yang digelar CCSF UI ini dihadiri oleh berbagai pakar dan pemangku kepentingan, termasuk Koordinator CCSF UI Dr. Sonny Mumbunan, Profesor Manajemen Akuntansi FEB UI Prof. Dr. Lindawati Gani, Analis Eksekutif Senior OJK Bahrudin, Direktur Eksekutif Viriya ENB Suzanty Sitorus, SEVP Enterprise Risk Bank BJB Asep Dani Fadilah, dan Direktur Kepatuhan Bank BPD DIY Dian Ariani.
Dengan dorongan yang kuat dari DPR dan hasil survei mendalam dari akademisi, harapannya keuangan berkelanjutan di Indonesia dapat terus berkembang, sehingga mendukung agenda transisi energi dan pembangunan ekonomi yang ramah lingkungan.
0Komentar